Sunday, January 12, 2014

Contoh Kasus Hak Pekerja,Iklan Tidak Etis,Etika Pasar bebas,dan Whistle Blowing

1. Contoh Kasus Hak Pekerja
Pemerintah Indonesia harus segera menerapkan perlindungan hukum yang lebih tegas bagi pekerja rumah tangga untuk menangani berbagai tindak eksploitasi dan penganiayaan yang sudah berlarut-larut selama ini. Pernyataan bersama ini dikeluarkan oleh Human Rights Watch, Jala PRT, Rumpun Gema Perempuan, Migrant Care dan Serikat PRT Tunas Mulia dalam menyambut hari Pekerja Rumah Tangga yang akan jatuh pada tanggal 14 Januari 2010. Para pekerja rumah tangga yang bekerja di dalam dan luar negeri kebanyakan tidak mendapat perlindungan hukum perburuhan dan sering harus menanggung beban waktu kerja yang panjang tanpa hari libur, gaji yang tidak dibayarkan serta pelecehan fisik dan seksual.
"Para pekerja rumah tangga mendapat beban kerja yang sama bahkan lebih berat dibanding pekerja atau buruh yang bekerja di sektor formal," ujar Koordinator Jala PRT Lita Anggraini. "Ini masalah kesetaraan, dan sudah selayaknya mereka mendapat hak-hak, perlindungan dan manfaat yag sama seperti buruh atau pekerja yang lain."
Ketiga organisasi tersebut mengatakan bahwa tahun 2010 merupakan saat terbaik bagi pemerintah untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga. Saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) yang komprehensif berkenaan dengan hak-hak pekerja rumah tangga tengah diajuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas tahun ini. Pemerintah juga tengah melakukan perbincangan dengan Malaysia dan Kuwait untuk membuat Memoranda of Understanding (MoU) bagi para pekerja rumah tangga dan Indonesia juga berencana untuk turut serta dalam pembahasan yang berlangsung di Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengenai penerapan standar internasional bagi para pekerja rumah tangga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ILO pada tahun 2003, di Indonesia terdapat sekitar 2,6 juta pekerja rumah tangga dimana 700.000 diantaranya adalah anak-anak. Lebih dari 1 juta wanita dan remaja perempuan bekerja sebagai pekerja rumah tangga di kawasan Timur Tengah dan Asia yang pada umumnya tersebar di negara-negara Saudi Arabia, Kuwait, Malaysia dan Singapura. Human Rights Watch telah memiliki dokumentasi yang lengkap atas ketidakmampuan pemerintah menangani pelanggaran hak-hak asasi manusia yang sering dialami oleh para pekerja rumah tangga - "Pekerja di dalam Bayang-Bayang," "Seolah Saya Bukan Manusia."
Pada bulan Desember 2009, Badan Legislatif DPR menyetujui bahwa pembahasan dan pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga akan dimasukan dalam agenda DPR tahun 2010. Undang-undang ini merupakan sebuah kesempatan untuk menyempurnakan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa "pekerja resmi" berhak atas upah minimum, uang lembur, 8 jam kerja sehari dan 40 jam kerja seminggu, libur mingguan, cuti, tanpa menyebut hak pekerja rumah tangga. Ketiga organisasi itu juga menyebutkan bahwa keberadaan pekerja rumah tangga yang tidak mendapat perlindungan dari peraturan ketenagakerjaan yang paling dasar sekali pun menimbulkan dampak diskriminatif terhadap wanita dan remaja perempuan yang merupakan kelompok mayoritas dalam profesi tersebut. Peraturan yang baru ini juga seharusnya memberikan jaminan perlindungan yang cukup bagi ratusan ribu anak-anak usia antara 15-17 tahun yang berprofesi sebagi pekerja rumah tangga.
"Banyak majikan yang memilih mempekerjakan anak-anak perempuan dibanding pembantu dewasa karena anak-anak umumnya bersedia dibayar rendah dan mudah diatur," kata Bede Sheppard, staf peneliti Departeman Hak-Hak Anak di Human Rights Watch. "Karena keadaan faktor ini dan terisolasinya mereka di rumah-rumah pribadi mengakibatkan pekerja rumah tangga sanggat rentan terhadap exploitasi dan penyiksaan, mereka sangat memerlukan perlindungan khusus," ungkapnya.
Human Rights Watch menyebutkan bahwa perlindungan ini harus mencakup jaminan makanan dan tempat tinggal yang layak, serta waktu untuk pendidikan atau pelatihan tambahan.
Ketiga organisasi tersebut juga meyerukan bahwa undang-undang yang baru nanti seharusnya menjamin upaya penegakan hukum yang tegas terhadap batas usia minimum 15 tahun untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Majikan dan agen penyalur juga seharusnya diwajibkan untuk melakukan pengecekan atas usia calon pekerja rumah tangga dengan melihat akte kelahiran atau ijazah sekolah mereka.
Pada bulan Juni 2009, Indonesia menghentikan sementara pengiriman pekerja rumah tangga ke Malaysia menanggapi mencuatnya berbagai kejadian penganiayaan dan buruknya upaya penanganan kasus-kasus tersebut oleh pemerintah Malaysia. Pemerintah Indonesia juga menunda pengiriman pekerja rumah tangga  ke Kuwait dengan alasan yang sama. Saat ini Indonesia tengah merundingkan MoU dengan kedua negara tersebut yang mensyaratkan agar keduanya meningkatkan perlindungan sebelum penundaan pengiriman pekerja rumah tangga  tersebut dilanjutkan kembali.
Proses perundingan dengan Malaysia sudah memasuki tahap akhir dimana MoU akan mencantumkan hak libur satu hari dalam seminggu dan hak agar para pekerja rumah tangga tetap memegang paspor mereka serta diberi kebebasan untuk keluar dari tempat bekerja. Untuk jumlah upah minimum masih dalam proses pembahasan.
"Upaya-upaya perlindungan yang telah disetujui itu memang merupakan langkah penting, tetapi masih belum cukup untuk mencegah tindakan penganiayaan dan eksploitasi tenaga kerja Indonesia di luar negeri," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayat. "MoU seharusnya juga mencakup faktor perlindungan kerja penting lainnya seperti upah lembur, kebebasan berserikat serta pembatasan waktu kerja dan biaya perekrutan. MoU juga seharusnya mencantumkan hukuman yang jelas dan mekanisme penegakan."
Perundingan ini juga menjadi forum untuk menyelaraskan peraturan dan pengawasan terhadap proses perekrutan antara negara, serta penuntutan terhadap pelaku pelanggaran di luar batas negara. Saat ini pekerja rumah tangga Indonesia di Malaysia pada umumnya  menyerah upah kerja enam bulan pertama untuk membayar biaya perekrutan dan mereka yang menderita penyiksaan sering segera dipulangkan tanpa memiliki kesempatan melapor kejadian tersebut kepada yang berwajib.
Pada bulan Juni 2010, Indonesia akan turut serta dalam konferensi internasional bersama negara-negara anggota ILO lainnya untuk membicarakan standar internasional baru mengenai penyediaan kondisi kerja yang layak bagi pekerja rumah tangga. Melalui proses ini, Indonesia dapat memberikan perlindungan bagi semua pekerja rumah tangga di seluruh dunia, dengan mendorong perjanjian kuat dan mengikat yang memberikan penyetaraan hak bagi pekerja rumah tangga.
"Pemerintah Indonesia berpeluang kehilangan kredibilitasnya karena mengisyaratkan keengganan memberikan dukungan terhadap keberadaan perjanjian yang mengikat, dan dengan tidak bertindak cepat dalam menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan pekerja rumah tangga di dalam negeri," ujar Shepard. "Sebaiknya Indonesia menunjukan ketegasan kepemimpinan pada tahun 2010 ini untuk memulihkan kredibilitasnya dan segera mendukung peraturan perlindungan pekerja rumah tangga di dalam dan luar negeri," pungkasnya.

2. Contoh Iklan Tidak Etis
Contoh lain dijumpai pada produk sabun C****. Visual iklan menampilkan seorang gadis Jawa mandi dengan setting sebuah desa alami dan sejuk. Di sini kesan tradisional terasa kental. Setelah beberapa kali muncul di televisi dan dievaluasi ternyata persepsi image yang diharapkan melenceng. Segmentasi pasar yang diharapkan adalah kelas menengah ke atas, tetapi justru yang banyak membeli sabun Citra kelas menengah bawah utamanya wanita pedesaan.
Akhirnya visual iklan harus diubah.Setting visual tak lagi mandi di desa, tapi memakai bak mandi yang serba “wah”.Kemenarikan dan mahalnya suatu iklan tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan
suatu iklan. Disini persepsi komunikan terhadap iklan ternyata lebih menentukan.
3. Contoh Etika Pasar Bebas
Penguasaan teknologi ekonomi.
Negara-negara yang terlibat dalam gelombang pasar bebas, menurut Gremillion, mesti memahami bahwa pada era sekarang ini sedang didominasi oleh sebuah rancangan pembangunan dunia yang dikenal sebagai Marshall Plan yang menjadi batu sendi interpendensi global yang terus memintal dunia. Biar bagaimanapun rancangan pembangunan dunia yang mengglobal itu selalu memiliki sasaran ekonomi dengan penguasaan pada kemajuan teknologi ekonomi yang akan terus menjadi penyanggah bagi kekuatan negara atau pemerintahan.
Artinya, dari penguasaan teknologi ekonomi itulah, segala kekuatan arus modal investasi dan barang-barang hasil produksi tidak menjadi kekuatan negatif yang terus menggerogoti dan melumpuhkan kekuatan negara. Karena, senang atau tidak, kita sekarang sedang digiring masuk dalam suatu era baru pada percaturan ekonomi dan politik global yang diikuti dengan era pasar bebas yang dibaluti semangat kapitalisme yang membuntuti filosofi ‘modal tak lagi berbendera’ dan ‘peredaran barang tak lagi bertuan’. Ini jelas menimbulkan paradigma-paradigma baru yang di dalamnya semua bergerak berlandaskan pada pergerakan modal investasi dan barang produksi yang ‘tidak berbendera dan tidak bertuan’, yang akan terus menjadi batu sendi interpendensi global yang terus memintal dunia.
Setiap negara, khususnya Indonesia yang masih mengalami kesulitan keuangan, tentu sangat mengharapkan aliran dana investasi ke dalam negeri. Dengan demikian, Indonesia pun tidak henti-hentinya menciptakan daya tarik bagi investor asing, seperti menciptakan keunggulan komparatif. Dalam hal ini, Indonesia pun terus melakukan kreasi dan inovasi baru, seperti mengkaji ulang strategi industrialisasi demi menciptakan keunggulan-keunggulan baru dalam kaitannya dengan spesialisasi dunia di tengah fenomena konsep negara yang telah berubah menjadi supermarket minidunia.
Yang menimbulkan persoalan ke depan adalah bagaimana supaya korporasi bisnis yang akan meningkat tajam dalam skala global ini tidak menimbulkan implikasi inefisiensi dan mislokasi sumber daya. Dan, pada gilirannya, ketidakadilan global menganga lebar dan kesejahteraan dunia akan menurun drastis.
Ketidakadilan akan sangat dirasakan oleh negara-negara yang belum maju teknologi ekonominya, seperti Indonesia yang sangat menginginkan dana investasi untuk menyegarkan dan menggerakkan kembali roda perekonomian demi meningkatkan daya saing di bidang produksi. Namun, harus diingat bahwa efek investasi pun tidak bisa dianggap ringan. Lihat, bagaimana telah terjadinya kasus korupsi yang dilakukan oleh investor asing. Contohnya adalah apa yang tertera dalam buku yang diterbitkan oleh Transparency International (TI).
Global Corruption Report (2004) secara mengejutkan menampilkan data-data tentang korupsi oleh investor asing, khususnya tentang bagaimana investor asing menyuap pejabat-pejabat negara. Perusahaan-perusahaan lokal akan semakin kalah bersaing karena suap yang dilakukan oleh investor asing. Lalu, bagaimana menangkalnya?

4. Contoh Kasus Whistle Blowing
a.Pada 1996 Jeffry Wigand, mantan wakil presiden riset dan pembangunan Brown & Williamson, sebuah perusahaan rokok di Kentucky, AS, dalam acara ’60 Minutes’ yang ditayangkan CBS News mengatakan, Brown & Williamson menambahkan zat addiktif berbahaya pada rokok yang diproduksinya. Pembocoran fakta yang kemudian dikenal sebagai Tobaccogate ini membuat pemerintah AS mengalokasikan dana sebesar US$ 368 miliar untuk biaya kesehatan para perokok.

b.Pada 2004 AS lagi-lagi diguncang oleh aksi pembocoran. Kali ini yang dibocorkan adalah adanya penyiksaan dan pelecehan seksual yang dilakukan tentara AS terhadap warga Irak yang ditangkap dan ditahan di Penjara Abu Graib pascainvasi militer AS ke Negara 1001 Malam itu pada 2003. Melalui foto-foto yang diperolehnya dari Charles Graner, tentara AS yang lain yang juga ditugaskan di Abu Graib, masyarakat dunia mengetahui kalau tentara Amerika ternyata sangat brutal dalam memperlakukan para tawanan perang. 
 

No comments:

Post a Comment